Al-Ghazali: Pengetahuan tentang Akhirat


Al-Ghazali: Pengetahuan tentang Akhirat
Berkenaan dengan nikmat surgawi dan siksaan-siksaan neraka yang akan mengikuti kehidupan ini, semua orang yang percaya pada Alquran dan Sunnah sudah cukup mengetahuinya.

Tapi ada suatu hal yang sering terlewatkan oleh mereka, bahwa ada juga suatu surga ruhaniah dan neraka ruhaniah. Mengenai surga ruhaniah, Allah berfirman kepada Nabi-Nya, "Mata tidak melihat, tidak pula telinga mendengarnya, tak pernah pula terlintas dalam hati manusia apa-apa yang disiapkan bagi orang-orang yang takwa.

Di dalam hati manusia yang tercerahkan ada sebuah jendela yang membuka ke arah hakikat-hakikat dunia ruhaniah. Sehingga ia mengetahui—bukan dari kabar angin atau kepercayaan tradisional, melainkan dengan pengalaman nyata—segala sesuatu yang menyebabkan kerusakan ataupun kebahagiaan di dalam jiwa.

Persis sebagaimana seorang dokter mengetahui apa yang menyebabkan penyakit ataupun menyehatkan tubuh. Ia tahu bahwa pengetahuan tentang Allah dan ibadah bersifat mengobati, dan bahwa kejahilan dan dosa adalah racun-racun maut bagi jiwa.

Banyak orang, bahkan juga yang disebut sebagai ulama—karena mengikuti secara membuta pendapat orang lain—tidak mempunyai keyakinan yang sesungguhnya dalam iman mereka berkenaan dengan kebahagiaan atau penderitaan jiwa di akhirat. Namun, orang yang mau mempelajari masalah ini dengan pikiran yang tak terkotori oleh prasangka, akan sampai pada keyakinan yang jelas tentang masalah ini.

Akibat kematian atas sifat gabungan (komposit) manusia adalah sebagai berikut. Manusia punya dua jiwa, jiwa hewani dan jiwa ruhani. Jiwa ruhani ini bersifat malaikat. Tempat jiwa hewaniah adalah dalam hati, tempat dari mana jiwa ini menyebar seperti uap halus dan menyusupi semua anggota tubuh, memberikan tenaga atau kemampuan melihat pada mata, mendengar pada telinga, serta kepada semua anggota tubuh memberikan kemampuan untuk menyelenggarakan fungsi-fungsinya.

Hal ini bisa dibandingkan dengan sebuah lampu yang ditempatkan di dalam suatu pondok yang cahayanya jatuh pada dinding-dinding ke mana pun ia pergi. Hati adalah sumbu lampu ini, dan jika penyaluran minyaknya diputus karena suatu alasan, maka matilah lampu itu. Seperti itulah kematian jiwa hewani.

Tidak demikian halnya dengan jiwa ruhani atau jiwa manusiawi. Ia tak terpilahkan dan dengannya manusia mengenali Allah. Boleh dikatakan dialah pengendara jiwa hewani. Dan ketika jiwa hewani musnah, ia tetap tinggal, tetapi laksana seorang penunggang kuda yang telah turun atau seperti seorang pemburu yang telah kehilangan senjatanya.

Kuda dan senjata-senjata itu dianugerahkan pada jiwa manusia agar dengan itu semua ia bisa mengejar dan menangkap keabadian cinta dan pengetahuan tantang Allah. Jika ia telah berhasil melakukan penangkapan itu, maka bukannya berkeluh kesah, ia pun merasa lega ketika bisa menyingkirkan senjata-senjata itu.

Oleh karena itu, Rasulullah saw bersabda, "Kematian adalah suatu hadiah Tuhan yang diharap-harapkan oleh para mukminin." Tapi celakalah kalau jiwa itu kehilangan kuda dan senjata-senjata pemburuannya sebelum berhasil memperoleh hadiah tersebut. Kesedihan dan penyesalannya akan tak terperikan.
Pembahasan yang agak lebih jauh akan menunjukkan betapa bedanya jiwa manusia dari jasad dan anggota-anggotanya. Setiap anggota tubuh bisa rusak dan berhenti bekerja, tapi individualitas jiwa tak terganggu.

Lebih jauh lagi, jasad yang anda miliki sekarang tidak lagi berupa jasad sebagaimana yang anda miliki pada waktu kecil, melainkan sudah berbeda sama sekali. Meskipun demikian, kepribadian anda sekarang ini sama dengan pada waktu itu.